Halaman

Kamis, 03 September 2020

"Suluk Budaya"


Tulisan pengantar karya lukis ini berawal dari sebuah "PR : Pekerjaan Rumah" yang saya dapat dari mengikuti sebuah event lomba lukis yang diselenggarakan oleh Balai Taman Budaya Provinsi Bengkulu pada tanggal 25-31 Agustus 2020 yang mengusung tema "futuristik kebudayaan".
Sebuah tantangan yang cukup berat bagi saya untuk mengikuti lomba lukis ini. Karena sebelum-sebelumnya saya memang jarang atau hampir tidak pernah mengikuti lomba lukis.
Menggambar dengan tema tersebut bukan perkara mudah bagi saya, sebab untuk mendapatkan ide lukisan seperti halnya melakukan pekerjaan "menambang emas" alias butuh proses panjang apalagi sampai ke tahap menjadi "perhiasan" yang siap di pakai atau dipamerkan.
Beragam alasan tak cukup menyurutkan saya untuk menyelesaikan "PR" tersebut. Tahap demi tahap saya coba untuk menyelesaikannya semaksimal mungkin. Mulai dari menyiapkan material karya seperti memilih kain kanvas untuk melukis, memilih kayu dan merangkainya menjadi bingkai kanvas atau sering disebut para pelukis dengan istilah 'spanram', menyiapkan material cat lukis dan lainsebagainya. Semuanya saya kerjakan sendiri. Memang hal ini sudah cukup sering saya lakukan ketika ingin menuangkan ide, unek-unek didalam otak saya menjadi sebuah karya lukis atau karya seni rupa jenis lainnya.
Oke...untuk mempersingkat tulisan akan saya sampaikan diskripsi atau pengantar karya lukis saya berjudul "Suluk Budaya" ini, selamat menikmati.





Futuristik kebudayaan merupakan gabungan dua kata yang memiliki peran manusia didalamnya, dan sama-sama memiliki istilah 'tak terhingga' atau 'tak berbatas' waktu dan tempat. Manusia memiliki peran dalam terciptanya futuristik kebudayaan. Jika dua kata tersebut dipisahkan dan berdiri sendiri 'futuristik' dan 'kebudayaan' keduanya merupakan hasil olah pikir manusia.
Dari persepsi awal saya ini yang kemudian saya kembangkan menjadi sumber ide karya lukis saya dengan judul "Suluk Budaya". Dalam karya ini saya mencoba menggambarkan simbol futuristik dengan gedung-gedung pencakar langit. Sementara kebudayaan saya simbolkan dengan gambar siluet punakawan. Keduanya saya komposisikan dalam nuansa siluet dengan latar belakang warna hijau dan sedikit menggunakan material cat aerosol hijau pospor untuk menciptakan gambar glowing in the dark. Pilihan warna itu untuk memperkuat konsep karya dan menciptakan suasana suluk atau magis dalam karya ini.
"Suluk Budaya" menjadi judul karya yang saya pilih ini merupakan persepsi ide bahwa futuristik kebudayaan dapat berlangsung dan tercipta karena adanya perjalanan spiritual para pelaku budaya itu sendiri. Suluk memiliki pengertian suatu perjalanan sepiritual. Pesan yang ingin saya sampaikan dalam karya ini adalah bahwa keberlangsungan kebudayaan yang telah lampau, saat ini dan yang akan datang (futuris) tidak akan tetlepas dari unsur spiritual para pelaku kebudayaan itu sendiri. Semakin tinggi perilaku spiritual seorang akan berpengaruh dengan kebudayaan apa yang akan diciptakannya untuk masa depannya. Itu saya maksudkan bahwa 'suluk' menjadi atau sebagai mediasi kebudayaan yang sudah ada lebih dahulu dengan kebudayaan-kebudayaan baru yang kemudian terlahir kebudayaan masa yang akan datang dalam bentuk design atau perencanaan. Sebab kebudayaan yang telah ada sebelumnya tidak bisa begitu saja dimusnahkan atau punah. Banyak kebudayaan yang telah terlahir masih memiliki relevansi dengan keadaan sekarang, hanya saja akan mengalami pembaruan, atau inovasi seiring perkembangan teknologi dan kemampuan berfikir manusia, Begitu seterusnya futuristik kebudayaan itu tetap berlangsung seperti mata rantai yang tak pernah putus selama masih berlangsung proses regenerasi budaya.

Bengkulu, 03 september 2020

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantaaaaaaap jiwa

Unknown mengatakan...

Mantaaaaaaap jiwa