Halaman

Rabu, 14 Oktober 2015

...intuisi dan do'a-do'a sunyi...

...intuisi dan do'a-doa sunyi...

tak bersuara belum tentu diam
tak bercita-cita bukan berarti tak bermasa depan
sebab kematian telah digariskan Tuhan.

sepi bukan berarti tak punya rejeki
tak bergerak bukan berarti mati
dalam diam doa sunyi menguatkan nurani

tak pandai bukan berarti tak berakal budi
tak berani bukan berarti tak bernyali
sebait intuisi bukti kebesaran Illahi

setiap jejak kaki adalah saksi
tetes peluh keringat adalah rejeki
rasa syukur menentramkan hati

tak bersuara ku berdoa dalam diam
tak bercita-cita ku kuatkan keyakinan
dengan intuisi dan do'a-do'a sunyi kujalani masa depan penuh harapan

bengkulu, 14 oktober 2015

'' menunggu gelombang rasa #3"
Oil Pastel on Paper
size A4
April 2011

dialog sunyi

kusandarkan lelah otak ini ditepian hari,
dalam wadah yang ku sebut hati,
kulipat rapi resah ini, tuk menutupi sunyi,
diantara gemuruh gelisah tak bertepi.

aroma cinta mengusik jiwa,
senyum dan tawa terasa hampa,
rongga dada dipenuhi tanya,
meletup melewati pori-pori raga

diujung pagi ku bangun mimpi,
dari kepingan perjalanan hidup ini,
dalam doa dan harapan masih kudapati sisa pasti,
tuk warnai dunia yang indah ini.

bengkulu, 14 0ktober 2015

"Senyum penuh warna"
oil pastel on paper
size A4



Kamis, 21 Mei 2015

"dalam sendiri"

lembar lembar resah telah selesai ku baca dan kurapikan,
cangkir kopi seakan berteriak meng-iba meminta di isi lagi,
lebih panas, lebih pekat, lebih pait,
untuk membius kesadaran otakku tentangmu.

tinta tinta gelisah merayuku,
untuk mendriskripsikan kepedihan diantara kepulan asap tembakau
kepada malam kulanjutkan untuk bercerita
tentang mimpi yang membeku kaku.

huruf huruf mati berbaris memaksaku berkata kata,
menjadi puisi sebelum tertidur di perempatan,
kemudian terinjak-injak masa lalu,
mencoba berdiri, kemudian jatuh lagi.

mimpi mimpi mengelabui ingatan bisu,
duduk sendiri menjadi seperti,
kebahagiaan yang tersisa,
sebelum yang pasti benar-benar tejadi.

"sit alone"
oil on paper
size A4

Senin, 19 Januari 2015

"grobak gado-gado"

terhentiku di sini, kupilih bangku kosong di dekat grobak gado-gado ini, kuletakkan tas punggung yang hampir seharian bergelayut manja dikedua pundakku, sembari memesan seporsi gado-gado pada penjualnya. "agak pedas ya bu", kataku.
sambil menunggu gado-gado yang ku pesan, sejenak ku nikmati suasana sekitar grobak itu. Dia tidak sendiri, ada beberapa grobak lainnya di sekitar tempat itu. Ada grobak es cincau, ada grobak rujak dan satu lagi grobak mi ayam. Tidak terlalu ramai dan juga tidak sepi,

lalu lintas disekitarnya tak terlalu ramai, trotoar jalan juga tak terlalu sepi dilintasi anak sekolah yang hendak pulang kerumahnya. Lokasi grobak pedagang gado-gado ini memang tak jauh dari beberapa sekolahan di lingkungan tersebut.

tak lama kemudian seporsi gado-gado telah disajikan di depan meja dimana aku duduk, "silahkan..." kata pendagang itu, juga tak lupa menawarkan beberapa menu minuman yang dia jual. "terimakasih, saya sudah membawa minuman sendiri dari rumah," jawabku. dan segera ku nikmati gado-gado yang menggugah selera makanku siang itu.

Rasanya tak mengecewakan, nikmat bumbunya terasa, sesuai dengan selera lidahku, tak lebih dari lima belas menit, telah bersih kulahap gado-gado itu. Kuperhatikan, pedagang gado-gado itu masih menyiapkan beberapa bungkus gado-gado sesorang pembeli yang duduk menunggu di depanku. Kuambil bekal air minumku dari tas. Usai minum ku ambil pula buku sketsa dan drawing pen dalam tasku, segera ku pindah apa yang ada di depan mataku ke dalam buku sketsaku, ku warnai dengan cat air yang selalu tersimpan di dalam tas punggunggu. Tak lupa ku bubuhkan tanda tangan di bagian bawah gambar untuk mengakhiri karyaku itu.

Karena keasyikan menggambar sampai aku tak sadar kalau aktifitasku cukup menarik perhatian pedagang maupun pembeli gado-gado yang berada disitu untuk melihat apa yang sedang saya kerjakan . dan membuat mereka melontarkan beberapa pertanyaan kepadaku. "pelukis ya bang" tanya salah seorang pembeli gado-gado, "bukan pak, iseng saja ini, saya sopir yang kebetulan hobi menggambar" jawabku sambil tersenyum.

Selesai sudah dan segera ku bereskan alat gambarku, tak lupa membayar gado-gado lalu berpamitan ke pedagangnya. nampaknya pedagang gado-gado tersebut cukup senang, sebab grobaknya ku gambar, meski gambar grobak itu juga tak ku berikan kepadanya, namun wajahnya nampak senang dan berharap lain waktu, saya berkenan mampir membeli gado-gadonya sambil menggambar.